Sabtu, 28 November 2009

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

”STOP GLOBAL WARMING, SAVE OUR PLANET”

Pasti kalian semua akhir-akhir ini sering mengeluh, ”Aduh, cuacanya sangat panas!”. Kalian tidak salah karena data-data yang ada menunjukkan bahwa bumi kita terus mengalami peningkatan suhu. Selain cuaca yang semakin panas, bencana alam dan fenomena-fenomena alam yang tidak terkendali juga makin sering terjadi. Sadarilah bahwa bumi kita sedang mengalami proses kerusakan. Hal ini terkait langsung dengan global warming.

Apa itu Global Warming dan mengapa bisa terjadi??
Pemanasan global atau Global warming adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan di bumi. Menurut para ahli meteorologi, selama seratus tahun terakhir, rata-rata temperatur ini telah meningkat dari 15oC menjadi 15.6oC. Hasil pengukuran yang lebih akurat oleh stasiun meteorologi dan juga data pengukuran satelit sejak tahun 1957, menunjukkan bahwa sepuluh tahun terhangat terjadi setelah tahun 1980, tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990. Secara kuantitatif nilai perubahan temperatur rata-rata bumi ini kecil tetapi dampaknya sangat luar biasa terhadap lingkungan.
Awal mula pemanasan global yaitu bermula dari Revolusi Industri pada akhir abad ke-18.
Revolusi Industri adalah perubahan pola produksi yang dulu menggunakan tenaga manusia (pekerja) menjadi menggunakan mesin dan teknologi (industri). Tujuan dari Revolusi Industri ini adalah untuk mencapai keuntungan yang lebih besar, karena penggunaan mesin dianggap lebih efisien dari pada menggunakan tenaga manusia. Sejak saat itu juga bahan bakar fosil mulai digunakan secara intensif.
Misalnya, untuk membajak sawah sebelum Revolusi Industri menggunakan sapi atau kerbau, setelah Revolusi Industri mulai menggunakan traktor.
Tetapi dibalik kemajuan yang diimpikan melalui Revolusi Industri ada masalah baru yang akan timbul, yaitu pemanasan global, karena setiap mesin yang digunakan akan menghasilkan gas buangan (karbon) dari hasil pembakaran yang menimbulkan polusi (emisi gas rumah kaca). Karbon yang menggantung di atmosfer akan tetap bertahan selama 100 tahun. Revolusi industri itulah yang mengakibatkan munculnya berbagai negara-negara maju di dunia pada saat ini.
Jadi, pemanasan global terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca dan manusia kontributor terbesar dari terciptanya gas-gas rumah kaca tersebut. Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, peternakan, serta pembangkit tenaga listrik.
Selama ini mungkin banyak salah persepsi mengenai efek rumah kaca. Banyak orang yang mengira bahwa efek rumah kaca disebabkan oleh bangunan yang menggunakan banyak kaca, sehingga cahaya matahari terpantul dan melubangi atmosfer, namun bukan seperti itulah efek rumah kaca yang sebenarnya.
Efek rumah kaca berarti efek yang ditimbulkan oleh rumah kaca. Sebenarnya istilah efek rumah kaca, diambil dari cara tanam yang digunakan para petani di daerah iklim sedang atau negara yang memiliki empat musim. Para petani biasa menanam sayuran atau bunga di dalam rumah kaca untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat. Kenapa menggunakan kaca/bahan yang bening? Karena sifat materinya yang dapat tertembus sinar matahari. Dari sinar yang masuk tersebut, akan dipantulkan kembali oleh benda/permukaan dalam rumah kaca, ketika dipantulkan sinar itu berubah menjadi energi panas yang berupa sinar inframerah, selanjutnya energi panas tersebut terperangkap dalam rumah kaca. Dalam hal ini bumi dianalogikan sebagai rumah kaca dan kacanya adalah gas-gas yang mempunyai sifat seperti rumah kaca.

Apa itu GRK??
Kelompok gas yang menjaga suhu permukaan bumi agar tetap hangat dikenal dengan istilah “Gas Rumah Kaca“. Disebut GRK karena sistem kerja gas-gas tersebut mirip dengan cara kerja rumah kaca yang berfungsi menahan panas matahari di dalamnya agar suhu di dalam rumah kaca tetap hangat, dengan begitu tanaman di dalamnya pun akan dapat tumbuh dengan baik karena memiliki panas matahari yang cukup.
Pada dasarnya, bumi kita membutuhkan gas-gas tersebut untuk menjaga kehidupan di dalamnya. Tanpa keberadaan GRK, bumi akan menjadi terlalu dingin untuk ditinggali.
Macam-macam gas rumah kaca:
- Uap air, uap air ini dapat menjadi sebuah ‘lingkaran setan’, karena dengan semakin meningkatnya suhu bumi, maka air (laut, danau, dll) akan semakin banyak yang menguap dan menambah jumlah uap air di atmosfer, dengan kondisi demikian suhu bumi pun akan semakin meningkat, karena uap air juga merupakan gas rumah kaca.
- Karbon dioksida (CO2), gas CO2 adalah faktor kedua terbesar penyebab pemanasan global. Tetapi, inilah faktor yang paling mungkin untuk kita kendalikan dalam rangka mengendalikan pemanasan global, karena sebagian besar gas CO2 diproduksi dengan kesadaran kita sendiri (pembakaran, industri, dll), berbeda dengan uap air yang menguap dengan sendirinya.
- Metan, merupakan insulator (zat penyerap, tidak menghantarkan, isolator) yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi (penambangan, pengeboran) dan transportasi (pengolahan) batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Gas ini efeknya lebih parah daripada CO2, tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding CO2, sehingga dampaknya tidak sebesar CO2.
- Nitrogen oksida, adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida.
- Klorofluorokarbon (CFC), gas ini dihasilkan oleh pendingin-pendingin yang menggunakan freon, seperti kulkas, AC, dll. Gas ini selain mampu menahan panas juga mampu mengurangi lapisan ozon, yang berguna untuk menahan sinar ultraviolet masuk ke dalam bumi.
- Karbon monoksida (CO), gas ini dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Asap yang keluar dari kendaraan bermotor itulah mengandung gas CO yang juga termasuk gas rumah kaca.

Penghasil terbesar dari global warming ini adalah negara-negara industri seperti Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Kanada, Jepang, China, dan lain-lain yang berada di belahan bumi utara. Global warming ini dapat terjadi karena pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat negara-negara utara yang 10 kali lipat lebih tinggi dari penduduk negara selatan yang kebanyakan adalah negara berkembang. Meskipun kontribusinya pada global warming tidak setinggi Negara-negara industri, negara-negara berkembang juga ikut menghasilkan karbon dioksida dengan meningkatnya industri-industri dan perusahaan tambang (dengan bahan migas, batubara dan yang terutama berbahan baku fosil). Selain itu Negara seperti Indonesia juga ikut mempunyai andil dalam global warming ini karena menyumbangkan kerusakan hutan yang tercatat dalam rekor dunia Guinnes Record of Book sebagai negara yang paling cepat dalam merusak hutannya. Padahal selama ini sudah diketahui bahwa hutan tropis merupakan paru-paru dari bumi dan menyerap paling banyak karbon di udara. Bahkan dari data panel ahli untuk perubahan iklim (IPCC) menempatkan Indonesia pada posisi tiga besar negara dengan emisi terbesar di bawah Amerika Serikat dan China, hal ini disebabkan oleh asap yang ditimbulkan dari kebakaran lahan dan hutan di Indonesia.

Dampak Global Warming :
 Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini)[29]. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

 Peningkatan Permukaan Laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

 Suhu Global Cenderung Meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

 Gangguan Ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

 Perubahan cuaca dan lautan
Hal ini dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.

 Pergeseran ekosistem
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change)yang bis berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)

 Gradasi Lingkungan
Ini disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.

Bagaimana Meminimalisir Dampak Global Warming??
Kita dapat meminimalisir dampak global warming dengan dimulai dari hal-hal yang sederhana, antara lain :
 Mengurangi konsumsi daging
 Mengurangi konsumsi makanan siap saji
 Membeli produk-produk lokal seperti produk langsung dari petani.
 Membeli produk yang masih segar. Jangan membiasakan membeli produk yang sudah diawetkan.
 Mengatur penggunaan alat elektronik menggunakan fasilitas timer, seperti untuk AC, microwave, oven, magic jar, dan lain sebagainya.
 Menggunakan aliran listrik seperlunya, jika memang penggunaan listrik sudah tidak diperlukan lagi lebih segera dimatikan. Meski listrik tidak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan bakar fosil penyumbang besar emisi.
 Mengganti bola lampu menjadi berjenis CFL dan disesuaikan dengan daya listrik. Pemakaian bola lampu berjenis ini dapat menghemat penggunaan listrik.
 Membersihkan bola lampu, karena debu bisa mengurangi tingkat pencahayaan hingga 5%.
 Jika terpaksa memakai pendingin ruangan atau AC (Air Conditioner). Sebelumnya pastikan pintu dan jendela dalam keadaan tertutup pada saat pendingin ruangan dinyalakan.
 Menanam pohon atau tanaman di sekitar lingkungan.
 Mengeringkan pakaian di luar rumah agar terkena hembusan angin dan panas matahari, karena itu lebih baik daripada menggunakan mesin pengering yang dapat mengeluarkan emisi karbon dalam jumlah yang cukup banyak.
 Membiasakan jalan kaki bila jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh.
 Pergunakan kendaraan umum untuk mengurangi polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan-kendaraan bermotor.
 Menghemat penggunaan kertas, karena proses pembuatan kertas membutuhkan biaya yang cukup besar. Selain itu, bahan dasar kertas berasal dari kayu yang dimiliki oleh pepohonan.
 Hindari penggunaan plastik. Hampir semua sampah-sampah yang berasal dari plastik menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Karena plastik tidak dapat diuraikan secara alami. Bila terpaksa mengunakan plastik, maka kita dapat mengumpulkannya dan mendaur ulang kembali sampah-sampah plastik yang telah dikumpulkan.

Beberapa Istilah Yang Terkait Dalam Global Warming :
GRK = Gas Rumah Kaca
ERK = Efek Rumah Kaca
GHG = GreenHouse Gas
GHE = GreenHouse Effect
COP = Conference of the Parties (Konferensi para pihak)
IPCC = Intergovernmental Panel on Climate Change
EcoMobility = Kendaraan ramah lingkungan
REDD = Reducing Emission from Deforestation in Development countries
UNFCCC = United Nations Framework Convention on Climate Change (Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim)

PETERNAKAN SALAH SATU PENGHASIL EMISI GRK TERBESAR

Dalam laporan PBB (FAO) yang berjudul Livestock's Long Shadow, menyatakan bahwa industri peternakan adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar yaitu 18%, jumlah ini lebih banyak dari gabungan emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia yang hanya 13%.

Emisi gas rumah kaca industri peternakan menyumbang 9 % karbon dioksida, 37 % gas metana yang efek pemanasannya 72 kali lebih kuat dari CO2 dalam 20 tahun dan 23 kali dalam 100 tahun), 65 % dinitrogen oksida (efek pemanasan 296 kali lebih kuat dari CO2), serta 64 % amonia yang menjadi penyebab hujan asam.
Peternakan menyita 30% dari seluruh permukaan tanah kering di Bumi dan 33% dari area tanah yang subur dijadikan ladang untuk menanam pakan ternak.
Peternakan juga menjadi penyebab dari 80% penggundulan Hutan Amazon karena dialih-fungsikan menjadi ladang ternak.
Peternakan juga bertanggung jawab atas konsumsi dan polusi air yang sangat banyak. Di Amerika Serikat sendiri, trilyunan galon air irigasi digunakan untuk menanam pakan ternak setiap tahunnya. Sekitar 85% dari sumber air bersih di Amerika Serikat digunakan untuk itu. Ternak juga menimbulkan limbah biologi berlebihan bagi ekosistem.

Selain kerusakan terhadap lingkungan dan ekosistem, industri ternak juga tidak hemat energi. Industri ternak memerlukan energi yang berlimpah untuk mengubah ternak menjadi daging. Untuk memproduksi 1 kg daging menghasilkan emisi CO2 sebanyak 36,4 kg. Sedangkan untuk memproduksi satu kalori protein, hanya memerlukan dua kalori bahan bakar fosil untuk menghasilkan kacang kedelai, tiga kalori untuk jagung dan gandum. Akan tetapi memerlukan 54 kalori energi minyak tanah untuk protein daging sapi.
Itu berarti kita telah memboroskan bahan bakar fosil 27 kali lebih banyak hanya untuk membuat sebuah hamburger daging daripada konsumsi yang diperlukan untuk membuat hamburger dari kacang kedelai!
Sumbangan sektor peternakan terhadap peningkatan gas rumah kaca menurut FAO, yaitu:
Emisi karbon dari pembuatan pakan ternak
- Penggunaan bahan bakar fosil dalam pembuatan pupuk menyumbang 41 juta ton CO2 setiap tahunnya
- Penggunaan bahan bakar fosil di peternakan menyumbang 90 juta ton CO2 per tahunnya (misalnya pada diesel atau LPG)
- Alih fungsi lahan yang digunakan untuk peternakan menyumbang 2,4 milyar ton CO2 per tahunnya, termasuk di sini lahan yang diubah untuk merumput ternak, lahan yang diubah untuk menanam kacang kedelai sebagai makanan ternak, atau pembukaan hutan untuk lahan peternakan
- Karbon yang terlepas dari pengolahan tanah pertanian untuk pakan ternak (misal jagung, gandum, atau kacang kedelai) dapat mencapai 28 juta CO2 per tahunnya. Perlu diketahui, setidaknya 80% panen kacang kedelai dan 50% panen jagung di dunia digunakan sebagai makanan ternak
- Karbon yang terlepas dari padang rumput karena terkikis menjadi gurun menyumbang 100 juta ton CO2 per tahunnya

Emisi karbon dari sistem pencernaan hewan
- Metana yang dilepaskan dalam proses pencernaan hewan dapat mencapai 86 juta ton per tahunnya
- Metana yang terlepas dari pupuk kotoran hewan dapat mencapai 18 juta ton per tahunnya

Emisi karbon dari pengolahan dan pengangkutan daging hewan ternak ke konsumen
- Emisi CO2 dari pengolahan daging dapat mencapai puluhan juta ton per tahun
- Emisi CO2 dari pengangkutan produk hewan ternak dapat mencapai lebih dari 0,8 juta ton per tahun

Dari uraian di atas dapat dilihat besaran sumbangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari sektor peternakan. Di Australia, emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan lebih besar dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam kurun waktu 20 tahun, sektor peternakan Australia menyumbang 3 juta ton metana setiap tahun (setara dengan 216 juta ton CO2), sedangkan sektor pembangkit listrik tenaga batu bara menyumbang 180 juta ton CO2 per tahunnya.
Tahun lalu, penyelidik dari Departemen Sains Geofisika (Department of Geophysical Sciences) Universitas Chicago, Gidon Eshel dan Pamela Martin, juga menyingkap hubungan antara produksi makanan dan masalah lingkungan. Mereka mengukur jumlah gas rumah kaca yang disebabkan oleh daging merah, ikan, unggas, susu, dan telur, serta membandingkan jumlah tersebut dengan seorang yang berdiet vegetarian.
Mereka menemukan bahwa jika diet standar Amerika beralih ke diet tumbuh-tumbuhan, maka akan dapat mencegah satu setengah ton emisi gas rumah kaca ekstra per orang per tahun. Kontrasnya, beralih dari sebuah sedan standar seperti Toyota Camry ke sebuah Toyota Prius hibrida menghemat kurang lebih satu ton emisi CO2.
Designed by Animart Powered by Blogger